Keterbatasan atau ketidakmampuan masyarakat di
dalam memenuhi kebutuhan dasar sering identik dengan status ekonomi kategori
miskin. Sebuah kondisi dimana setiap individu tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya disebabkan berbagai faktor diantaranya pekerjaan yang dilakoni adalah
pekerjaan informal dengan upah rendah, menjadi pekerja keluarga yang tidak
mendapatkan upah, tidak tersedianya lapangan pekerjaan, minimnya jiwa usaha,
rendahnya SDM untuk mengembangkan atau mengelola potensi lokal dan lain
sebagainya. Salah satu dampaknya kemudian adalah Lombok Timur menjadi wilayah
kantong TKI tertinggi di Nusa Tenggara Barat.
Miris dengan wajah kemiskinan tersebut laki-laki
maupun perempuan kemudian memilih untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke
berbagai belahan Negara di dunia, baik Asia maupun Timur Tengah. Ketika
dilakukan pendampingan di desa-desa se-Kecamatan Aikmel terpetakan bahwa tujuan
mereka memilih menjadi TKI adalah mencari nafkah agar bisa menyekolahkan
anak-anak mereka, bisa membuat rumah sendiri, mencari modal untuk usaha, dan
tidak sedikit TKI adalah perempuan yang meninggalkan keluarga. Akan tetapi
tidak semua TKI dapat mencapai tujuan tersebut justru yang terjadi adalah
sebaliknya tidak pernah mengirim uang, tidak ada hasil, bahkan tidak sedikit
yang mengalami persoalan diluar sana.
Mirisnya keluarga yang ditinggalkan adalah
anak-anak mereka yang sedang dalam usia emas, usia yang sangat membutuhkan
kasing sayang orangtuanya untuk tumbuh kembang mereka yang optimal. Realita
yang kemudian terjadi adalah anak-anak kemudian dititipkan ke orang tua mereka
atau nenek, atau sanak saudara lainnya. Pernyataan yang tidak sedikit terlontar
dari masyarakatadalah si A, B, C “Anak Nenek”. Nenek atau saudara lainnya
kemudian dibebankan dengan tugas untuk mengasuh, jelas tidak bisa dilakukan
dengan seoptimal mungkin, bahkan kita tidak bisa menutup mata dan telinga
ahirnya anak-anak menjadi tidak terurus dalam pemenuhan kebutuhan dasar
khususnya kesehatan dan pendidikan dan pastinya berpengaruh untuk kepastian
masa depan mereka, karena harus disadari bahwa mereka sudah memiliki
kehidupannya sendiri bukan lagi dibebankan untuk mengurus cucu atau sanak
saudara mereka.
Namun melalui program nasional PKH menjadi
program bantuan bersyarat, harus kita akui berkontribusi besar untuk
menyelamatkan generasi penerus bangsa yang akan menjadi agen perubahan atau “Agent Of Change”, yang berpotensi Drop
Out. Melalui PKH setiap orang dewasa yang menjadi pengurus termasuk anak-anak yang ditinggalkan menjadi TKI akan diberikan
pendidikan kritis bagaimana kemudian menerapkan pola asuh anak yang baik agar
motivasi tetap terjaga melalui kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2. Setiap KPM harus berkomitmen atas syarat dari PKH itu sendiri yaitu mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan. Selanjutnya untuk memastikan kembali komitmen KPM, pendamping PKH melakukan
verifikasi fasilitas pendidikan dan kesehatan dengan mengawal kehadiran masing-masing
anak penerima manfaat program dengan berbagai persoalannya. Artinya proses ini adalah langkah nyata untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa yang akan menjadi agen-agen perubahan.
SALAM PKH
By
Hm
To help people and to help themselves
BalasHapus