Selasa, 14 Agustus 2018

PENYALURAN BANTUAN PKH TERPAKSA DITENDA PENGUNGSIAN


   
Penyaluran bantuan PKH Tahap III Tahun 2018 berlangsung berbeda dari yang biasanya. Penyaluran Bantuan PKH Tahap III yang jika mengacu kepada manajemen bisnis proces PKH yang seharusnya melalui proses Verifikasi komitmen/ bukti kepatuhan peserta terhadap akses di fasilitas kesehatan maupun di fasilitas pendidikan (lihat: gambar jadwal penyaluran) namun untuk penyaluran tahap III ini tidak melewati proses tersebut. PPKH pusat dalam hal ini melewati proses tersebut mengingat adanya gempa bumi yang melanda Lombok.


Penyaluran bantuan tahap III ini sedikit berbeda dengan penyaluran-penyaluran sebelumnya. Perbedaan bukan lah karena nominal atau teknis penyaluran, namun perbedaan ini lebih kepada situasi dan kondisi psikososial masyarakat di pulau "seribu masjid" ini. 

Kami berkali-kali mengulang cerita ini, dimana beberapa pekan terakhir pulau ini diguncang gempa bumi berkekuatan 6,4 SR pada 29 juli, kemudian disusul dengan puncaknya yang berkekuatan 7,0 SR pada 5 Agustus. Rangkaian gempa bumi yang meluluh lantahkan sebagian Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara yang sampai saat ini masih lumpuh total, di mana hampir 500 orang meninggal dunia, ribuan orang luka berat dan ringan, ribuan rumah rusak berat, ratusan ribu KK terpaksa mengungsi. 

Di beberapa tempat yang cukup jauh dari pusat gempa, Efek Gempa Lombok yang didominasi berpusat di daerah Kabupaten Lombok Utara membuat situasi yang mencekam dan menakutkan di pulau ini. Masyarakat takut tidur di rumahnya, mereka lebih memilih membuat tenda dengan terpal beralaskan tikar diluar sana, dilapangan, bahkan dipinggir jalan, layaknya pasukan Pramuka yang sedang melakukan Jambore di bumi perkemahan. Bedanya adalah kalau pasukan pramuka berkemah tidak pernah lebih dari satu minggu, namun para pengungsi non permanen ini sejak tanggal 5 Agustus lalu sampai tulisan ini diterbitkan masih berlangsung proses pengungsian non permanen yang dimaksud. Saya menyebutnya pengungsian non permanen, karena asbab mereka mengungsi adalah rasa takut, rumah mereka memang tidak rusak, namun syok yang mendalam masih mereka rasakan hingga kini.


Peserta PKH di Kecamatan Aikmel adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengungsi non permanen yang kami maksudkan tadi. Para Pendamping PKH Kecamatan Aikmel merasa dan terus berupaya agar dana bantuan tahap III ini segera diterima oleh peserta PKH diwilayah dampingan masing-masing. Tindakan ini didasarkan atas situasi dan kondisi peserta yang beberapa pekan terakhir dirundung rasa khawatir, takut, dan cemas, yang kemudian berimplikasi pada terpecahnya konsentrasi mereka untuk bekerja mencari nafkah yang bahasa sasaknya "lalo mekuliq / beburuh". Disamping itu juga tentu didasarkan atas follow up terhadap kebijakan Kemsos RI yang mengambil kebijakan mentrasnfer dana lebih awal ke rekening seluruh peserta PKH khususnya yang berada di pulau Lombok.

Alhasil proses penyaluran bantuan pun terpaksa harus dilakukan di bawah tenda pengungsian. Raut wajah yang cerah ceria penuh senyum sumbringah para peserta PKH menyambut kedatangan Pendamping nya. Dilain tempat tidak jarang juga para peserta PKH yang menyambut kedatangan Pendamping nya dengan perasaan haru biru bahkan isak tangis menyelimuti perjumpaan itu. 



Fenomena di atas semakin meyakinkan kita betapa kuatnya hubungan emosional pendamping PKH dengan peserta PKH yang di dampinginya. Sehingga sekali lagi kami yakinkan dan pastikan kepada siapapun yang membaca tulisan ini bahwa di Kecamatan Aikmel tidak pernah ada ceritanya peserta PKH tidak kenal dengan Pendamping nya. Bahkan mereka bukan sekedar kenal, namun lebih dari itu,mereka menganggap pendamping PKH nya seperti keluarganya sendiri, begitupun sebaliknya. 

=SALAM PKH, PENDAMPING DAN PESERTA PKH SALING MENGUATKAN=

Red.Aby Fithra

3 komentar: